Terlepas dari peningkatan angka anak yang menempuh pendidikan dasar, masih ada sekitar dua juta anak Indonesia yang tidak bersekolah. Dari angka itu, sekitar 15 persen adalah anak berusia 7 sampai 15 tahun. Sedangkan yang putus sekolah diperkirakan 1 juta anak per tahunnya.
Mendorong anak untuk tetap bersekolah pada usia remaja menjadi hal mendasar. Karena mereka yang putus sekolah akan meningkatkan resiko menjadi korban eksploitasi, termasuk perdagangan anak. Bahkan mereka rentan pula terhadap pelanggaran hukum dari penyalahgunaan obat terlarang sampai dengan kriminalitas. Pada usia ini mereka rawan terjangkit HIV/AIDS. Kondisi sosial dan budaya di Indonesia ikut andil meningkatkan resiko tersebut, terutama terhadap para remaja putri.
Pendidikan ketrampilan hidup, pelatihan kejuruan, pendidikan sebaya dan keikutsertaan anak akan menjadi hal penting dalam rangka meraih kesejahteraan dan masa depan anak remaja di Indonesia.
Keluarga, sekolah dan masyarakat adalah tempat bagi para anak remaja. Beberapa tahun silam, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memastikan anak-anak tetap tinggal dalam kerangka tersebut.
Siswa SMA merupakan siswa yang sedang masa-masanya ingin mengenali dirinya sendiri, selain itu bahwa masa SMA adalah masa yang paling indah, karena pada waktu itulah mereka akan meninggalkan masa kanak-kanak dan memasuki masa dewasa, atau yang disebut dengan masa remaja.
Masa remaja ini justru merupakan masa yang rentan, karena apabila anak salah bergaul maka celakalah mereka dalam menghadapi masa depannya, anak menjadi tidak stabil emosionalnya, oleh karena itu diharapkan masa remaja yang setiap orang akan melintasinya, diwarnai dengan nuansa keindahan atau bahkan akan memiliki kemampuan keterampilan sosial dalam kehidupan sehari-harinya.
Masa remaja dikenal dengan masa yang terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Pada masa remaja (usia 12 sampai dengan 21 tahun) terdapat beberapa fase (Monks, 1985), fase remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 1-0 tahun), remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun) masa remaja akhir (usia 18 sampai dengan 21 tahun) dan di antaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya.
Fase pubertas ini berkisar dari usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Masa pubertas sendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pada fase itu remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak baik pada bentuk fisik (terutama organ-¬organ seksual) dan psikis terutama emosi.
Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas-¬aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif.
Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani di sekolah (pada umumnya masa remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah) tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang tidak positif, misalnya tawuran. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila berinteraksi dalam lingkungannya.
Mengingat masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki keterampilan sosial atau yang disebut kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional keterampilan sosial ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan menipu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif.
Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
0 komentar on "Masa Remaja Indonesia"
Posting Komentar